Kopi Hitam Hangat

Saat ini mungkin bisa dibilang kalau aku lagi kangen, tapi bukan pada seseorang, melainkan pada sebuah suasana.

Illustrasi

Selayaknya anak muda kekinian yang rata-rata pada doyan ngopi, aku pun begitu. Meski sejujurnya aku hanya doyan kopi bungkusan—yang bisa dengan mudah kubeli di warung seharga seribu rupiah, atau seribu lima ratus rupiah kalau aku sedang ingin terlihat lebih bergaya dengan membeli kopi yang agak lebih mahal; padahal rasanya belum tentu lebih nikmat. Ya, namanya juga ingin lebih bergaya, jadi tidak terlalu penting apa yang aku rasa, karena yang penting itu bagaimana orang lain melihatnya.

Aku lagi kangen suasana di mana aku sedang menikmati secangkir kopi hitam hangat, sambil berteduh, di saat hujan berjatuhan dari langit dengan udara dingin yang melipat-gandakan kenikmatan kopi hitam hangat yang sedang kuminum. Tentu bukan hanya itu, aku juga kangen dengan obrolan antar teman sambil menikmati kopi. Bagiku, tidak ada yang lebih romantis dari berbincang-bicang bersama seorang-dua orang-tiga orang teman sambil menikmati kopi. Terlebih lagi ketika sedang hujan.

Perbincangan antar teman itu bisa dimulai dari mana saja, dan bisa berakhir di mana saja. Aku ingat, saat itu, aku pernah menikmati secangkir kopi hitam hangat dengan seorang teman. Percakapan demi percakapan pun mengalir begitu saja, seperti tetesan air hujan yang setelah jatuh ke bumi lantas bebas menentukan ke mana ia akan mengalir pergi. Saat itu, seingatku, kami berbincang tentang keluh kesah kehidupan masing-masing di antara kami. Dan begitu percakapan dimulai, semua keluh kesah di antara kami pun keluar dengan bebasnya, tanpa sebelumnya ada pertanyaan semacam “Kamu kenapa?”. Percayalah, tidak ada orang yang ikhlas untuk mencurahkan isi hatinya kepada orang yang hanya bisa mengintrogasi. Karena seseorang perlu dimengerti untuk dapat berbagi.

Seperti kami, misalnya. Dengan hanya ditemani secangkir kopi hitam hangat, dan sedikit guyonan tanpa tekanan, kami mampu memperbincangkan banyak hal, termasuk tentang semua keluh kesah di antara kami. Tentang betapa sulitnya temanku itu menundukkan hati seorang wanita, dan juga kebingungannya terhadap “Apakah memang ia ditakdirnya untuk selalu gagal dalam menjalin hubungan cinta?”. Begitu juga tentunya denganku, satu demi satu kegamangan di dalam hati ini kuutarakan padanya. Semisal tentang kebingunganku yang sampai saat ini masih menjadi sebuah misteri yang belum terpecahkan perihal “Apakah sebenarnya Alien itu ada? Kalau ada, apakah mereka mempunyai agama? Kalau punya, apakah agama yang mereka anut diridhoi oleh Allah?”, dan lain sebagainya.

Saat itu perbincangan kami amat sangat seru, seolah-olah kami seperti dua orang yang tidak peduli lagi dengan orang-orang lain di sekitar kami, padahal sebetulnya, banyak juga orang-orang lain yang masuk dalam pembahasan obrolan kami. Sangat mengasikkan!

Aku percaya bahwa sore hari ialah saat yang paling pas untuk menikmati secangkir kopi, dan aku pun percaya bahwa seorang teman yang mampu membuatku menjadi diri sendiri ketika sedang bersamanya ialah tempat yang tepat untuk mencurahkan isi hati. Sejatinya setiap orang memiliki keresahan dan kegundahan di dalam hatinya yang ingin ia bagi dengan orang lain. Kadang ada juga orang yang hanya ingin membaginya dengan diri mereka sendiri. Menurutku, bukan berarti orang tersebut egois. Kemungkinan orang itu hanya belum menemukan teman yang asik untuk diajak ngopi.

Seperti yang sejak awal telah kubilang, mungkin saat ini aku sedang kangen. Aku ingin secepatnya bisa menikmati secangkir kopi hitam hangat di sore hari, tentunya untuk berkeluh kesah sambil diselingi dengan berbagai macam obrolan yang entah akan kumulai dari mana, dan entah akan berakhir di mana. Jadi, kapan kita ngopi?

***

Repost from: ridwan-remin.tumblr.com

No comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Recent Posts

Recent Update

Stand up comedy show The Only Wan! persembahan Ridwan Remin bisa anda saksikan dengan cara membeli Digital Download di comika.id