Kalo disuruh milih lima stand up comedian yang paling gua suka di dunia, Travor Noah adalah salah satunya.
Alasan dia bisa jadi favorit tentu karena stand up comedy-nya. Udah itu aja. Gak ada alasan lain. Gak kayak netizen di sini yang disuruh milih komika favorit, eh yang dinilai malah bukan stand up comedy-nya. Ada yang suka karena konten youtube-nya, podcast-nya, bahkan ada juga yang suka karena tampangnya. Apaan si.
Travor Noah di setiap penampilannya selalu berhasil menyadarkan gua kalo untuk jadi stand up comedian kelas dunia tuh harus punya banyak kemampuan. Bukan cuma wajib jago bikin joke, tapi juga mesti berwawasan luas, punya publik speaking bagus, delivery yang meyakinkan, bisa menggambarkan situasi yang lagi dibangun dengan akting yang baik, sound efek yang unik, dan yang gak kalah penting yaitu harus bisa menyampaikan sebuah informasi yang sifatnya khusus ke audiens yang pemikirannya umum dengan cara yang halus.
Gua sih gak percaya dia bikin materinya sendiri. Sama kayak gua gak percaya Mongol dan Soleh Solihun itu gak pernah nulis materinya. Pasti banyak deh yang bantuin. Mungkin ada yang bantuin riset, combud, bahkan untuk delivery juga ada yang nge-direct deh kayaknya. Karena kalo semuanya dia pikirin sendiri, anjir, kok sempet ya, wkwk…
Anyway, gua mau bahas kesan-kesan atau pengalaman nonton pertunjukan stand up comedy terbarunya yang udah ada di netflix, judulnya “Where Was l”. Sesuai sama judulnya, dia banyak ngeluarin joke tentang tempat-tempat yang dia kunjungin, yaitu Jerman dan Paris. Kemudian dia bandingin sama Amerika, dan Detroit. Materi-materi kayak gitu yang makin menguatkan penilaian gua tentang dia sebagai komika jalan-jalan. Kayaknya kalo dia di rumah doang gak akan punya materi apa-apa deh. Eh, bisa sih bahas perjalanan dari kasur ke dapur kalo mau mah.
Banyak hal yang mengagumkan setelah dua kali nonton pertunjukannya (sekali buat cari hiburan, dan sekali lagi buat cari pelajaran). Itulah enaknya bisa nonton berulang-ulang. Makanya kalo mau nonton stand up comedy show gua yang judulnya The Only Wan! secara berulang-ulang, beli aja digital download-nya di Comika yaaa. Tetep.
Di pertunjukan terbarunya ini gua ngerasa Travor Noah mirip kayak ustad-ustad kondang yang jobnya banyak. Buka mirip dari koleksi mobil mewahnya, tapi mirip dari segi kontennya. Antara kata-kata motivasi dan kelucuan porsinya hampir setara. Mungkin buat orang yang cuma seneng liat hal-hal konyol dan cuma pengen ketawa-ketiwi tanpa henti tiap liat stand up comedy mah bakal ngerasa kurang puas nontonnya. Cuma karena bukan itu yang gua cari, jadi ya gua sih nontonnya happy. Karena gua bisa dapet banyak sudut pandang menarik dari setiap pembahasan yang dia lempar. Kalo soal kelucuan, ah yang penting ada ajalah, biar gak boring dengerin pesan moral.
Ada dua sudut pandang yang menurut gua bagus dan gak umum di pertunjukan itu: pertama, pentingnya mengingat sejarah supaya kita bisa memperbaiki masa depan; dan kedua, politisi suka nipu rakyat dengan pengalihan isunya karena rakyatnya sendiri yang gampang ditipu.
Harus diakui juga kalo “Where Was I” bukan pertunjukan yang tanpa celah. Ada beberapa momen yang gua rasa kayaknya bisa lebih baik kalo diubah dikit kata-katanya atau cara dia membawakannya, tapi setiap penampil pasti gak ada yang sempurna, justru kesempurnaan itu bisa diliat dari caranya menutupi kekurangan dan membayar dengan sesuatu yang lebih baik di belakangnya. Itu yang dia lakuin, dia sanggup mempertahankan suasana yang menyenangkan dari awal sampai akhir pertunjukan. Good job, Travor!
Biar gak kepanjangan, langsung kesimpulan aja ya. Buat gua pertunjukan terbarunya ini masih menjadikan dia sebagai stand up comedian yang layak dijadiin panutan. Terus terang, gara-gara nonton dia, gua banyak belajar gimana cara mengemas sebuah pengamatan, dan gimana caranya menceritakan hal-hal yang gua anggap penting menjadi terasa penting juga buat didengerin sama orang lain.
Gak banyak stand up comedian yang bisa konsisten dengan kualitasnya, apalagi seiring dengan perubahan hidup yang mereka alami. Ada yang makin terkenal, sibuk, kaya, dan akhirnya lupa untuk menjaga kualitas. Atau ada juga yang udah ngerasa berhasil dengan satu format komedi, akhirnya jadi males buat explor dan ngembangin diri. Jadi, salut lah.
Kalo penasaran kayak apa penampilannya, silakan ditonton sendiri aja ya, siapa tau beda kan kesimpulannya. Sedikit spoiler: beberapa callback-nya keren! :p
Bye.
3 Comments
thank u udah review bang. bagi saya konten blog bang remin tuh banyak dagingnya.
nuhun mang atas perspektifnya
Sweet caroline ~~ itu jg salah satu best partnya